Skip to main content

Musik sebagai Sarana Penjangkauan

 

Musik sebagai Sarana Penjangkauan
themercyw

Dewasa ini, musik banyak digandeng oleh gereja-gereja sebagai bentuk penginjilan yang mutakhir dan menjanjikan. Bagaimana tidak, mari kita lihat gereja-gereja populer saat ini. Ada Nafiri Discipleship Church (NDC) dan Jakarta Praise Community Church (JPCC), menyusul gerakan pendahulu mereka, Hillsong Worship Church yang berpusat di Australia. Gereja-gereja yang tadi disebutkan belakangan tenar dengan nama megachurch, sebutan untuk gereja-gereja protestan dengan jumlah jemaat yang sangat besar dan hampir tidak masuk akal.

Dalam diskusi bersama teman-teman di kelas, kami semua setuju dengan pernyataan kalau megachurch-megachurch tadi mempunyai satu kesamaan: menggunakan musik sebagai sarana penjangkauan.

Mari kita berfokus pada dua gereja lokal yang disebutkan di atas. Nafiri Discipleship Church (NDC) eksis di dunia maya, terutama di Youtube, sebagai kelompok musik rohani yang mewah dengan pengikut (alias subscribers) sebanyak 663 ribu. Sedangkan Jakarta Praise Community Church (JPCC), dengan konten dan stigma yang sama di masyarakat, mempunyai 497 ribu pengikut (subscribers) di kanal Youtube. Lagu-lagu yang mereka aransemen dan mereka ciptakan begitu terkenal mengalahkan lagu-lagu lama yang kerap dianggap ‘ketinggalan zaman’, sehingga banyak juga dinyanyikan di gereja-gereja di luar denominasi mereka.

Namun, bagaimanakah konsensus yang harus kita perhatikan ketika mengangkat pernyataan musik sebagai sarana penjangkauan?

Musik sudah menjadi suatu bagian yang tak terpisahkan dari gereja sejak dulu. Musik gregorian, misalnya, adalah sebuah musik yang pertama-tama dianggap dalam sejarah dan berasal dari gereja. Musik gregorian tersebut bisa juga disebut dengan musik paduan suara, menghadirkan suasana haru dan khidmat dalam gereja. Kemudian zaman berkembang, seni musik menjadi semakin kaya, dan gereja juga mengalami perubahan. Musik gereja kemudian dijadikan pokok ilmu khusus yang dipelajari terpisah daripada musik sekuler dan musik pop. Musik gereja didefinisikan sebagai jenis musik yang berkembang di kalangan Kristen, juga Yahudi, yang berisi pengungkapan isi hari orang percaya yang diungkapkan dalam bunyi-bunyian yang bernada dan berirama secara harmonis, antara lain dalam bentuk lagu dan nyanyian. Dalam definisi yang lebih sederhana, musik gereja disebut sebagai musik yang melayankan ibadah secara sederhana, tetapi pantas dan bermutu tinggi.

Namun, jangan kita lupa kalau inti dari ibadah raya orang percaya adalah persekutuan –ketika kita bersekutu untuk memuji Tuhan dan merenungkan kebenaran Firman. Di gereja saya sendiri, bagian puji-sembah dianggap sebagai bagian penting untuk mendukung penyampaian Firman Tuhan. Bapak gembala saya berkata setiap pujian dan penyembahan yang dinaikkan sebelum kotbah dapat membantu jemaat membangun suasana hati sesuai dengan hadirat Allah. Maka, musik tidak boleh mengingkari fungsinya ini. Ketika musik dijadikan sarana penjangkauan, berarti musik mengambil-alih fungsi kebenaran Firman Tuhan yang berikutnya akan disampaikan.

Menurut saya, setiap gereja harus berhati-hati. Ada yang memang dikaruniai untuk menginjil lewat musik, tapi jangan sampai kebenaran Firman Tuhan dan fungsi persekutuan digantikan oleh musik. Setiap jiwa yang kemudian juga datang karena penginjilan musik yang berhasil tersebut sangat perlu untuk dimuridkan dan dibangun dalam sebuah komunitas yang sehat, sehingga ketika musik tidak lagi menarik hati, Firman Tuhanlah yang akan membuat dirinya berakar dalam kebenaran.

Yang kedua, ketika bicara soal pelayanan profetik di depan panggung, kita harus sangat memperhatikan motivasi hati setiap pelayan. Banyak gereja menekankan pentingnya disiplin rohani dan disiplin berkomunitas sebelum seseorang bisa melayani sebagai pelayanan profetik. Begitu juga, ketika sebuah gereja mengutamakan pelayanan profetik sebagai ujung tombak penginjilan, pelayanan tersebut harus sangat diperhatikan agar tetap bisa dipertanggung-jawabkan akuntabilitasnya. Apakah profesionalitas lebih penting daripada jiwa yang tertanam? Apakah kompetensi lebih penting daripada komitmen? Apakah PK kemudian diperebutkan jadi bayaran, lebih daripada kehormatan melayani tubuh Kristus?

Semua itu pilihan, dan semua itu kemungkinan. Namun pada dasarnya setiap gereja adalah tubuh Kristus, yang saling melengkapi dan saling melayani.

Comments